Selasa, 07 Juli 2009

Rumah Sakit Simpang


Warga Surabaya yang melek sejarah pasti tahu bahwa rumah sakit Simpang sudah musnah, berganti menjadi bangunan megah sebagai pusat perbelanjaan modern, Delta Plaza Surabaya. Padahal di tanah ini, sejarah berharga membentang, sejak jaman kekuasaan Deandels hingga masa kemerdekaan.

Semula Rumah Sakit di Simpang ini diberi nama Centrale Burgerlijke Zienkeninrichting, kemudian terkenal dengan sebutan Centrale Burgerlijke Ziekenhuis (CBZ). Tapi ada juga yang menyebut Simpang Hospital atau Rumah Sakit Simpang.

Rumah sakit ini dibangun atas perintah Deandels (1808) untuk melengkapi keberadaan rumah sakit sebelumnya yang relatif baik, tapi bangunannya terlalu rendah dan pengap. Namun pembangunan rumah sakit ini juga mengalami bongkar-bangun beberapa kali, karena pengerjaannya yang tergesa-gesa dan strukturnya terlalu lemah. Atau mengalami penambahan ruang, dari semula yang hanya mampu menampung sekitar 150 orang menjadi cukup untuk 200 orang.

Toh karena rumah sakit ini menjadi rujukan banyak pasien, dari Surabaya bahkan Jawa Timur, ruang-ruang itu tetap tidak cukup menampung pasien yang datang. Apalagi pada saat terjadinya wabah epidemi kolera (1868), pasien yang datang hingga tiga kali lipat. Terlebih lagi ketika banyak militer menderita sakit selepas mereka kembali dari ekspedisi Bali. Dalam sebuah kamar, bisa bercampur antara penderita kolera dan penderita sakit lainnya. Kebutuhan akan ruang lebih luas pun menjadi niscaya, lalu dibangunlah bangsal-bangsal. Tapi pasien yang datang melebihi kapasitas normal, sehingga terpaksa semua dijejalkan di situ.

Kondisi memprihatinkan tidak saja dari terbatasnya ruang-ruang yang ada, tapi juga karena perawat yang bertugas. Keterampilan dan keahlian yang pas-pasan, jumlah perawat yang tidak seimbang dengan jumlah pasien, gaji yang kecil (f 50 per bulan tanpa makan), makin menambah semrawut dan buruknya pelayanan. Bayangkan, untuk menangani kira-kira 600 pasien hanya ada 2 perwira kesehatan (waktu itu semua pelayanan rumah sakit dijalankan oleh tenaga militer) yang bertugas jaga 2 hari sekali. Kepala yang dibebani dengan berbagai pekerjaan tata usaha, akhirnya hanya mampu menangani para pasien militer yang berpangkat tinggi, sementara militer yang lebih rendah bantuan medisnya amat kurang.

Melihat lemahnya keahlian perawat seperti ini, pemerintah Hindia Belanda (1851) mengembangkan pendidikan untuk dokter dan bidan. Seperti School voor Inlandche Genueeskundigen (sekolah untuk ahli kedokteran pribumi) yang kemudian diubah menjadi School tot Opleiding van Inlandche Artsen (STOVIA/Sekolah untuk Pendidikan Dokter Pribumi), dan School voor Inlandche Vroedvrouwen (sekolah untuk bidan pribumi). Tujuannya, yang pertama sebagai asisten dokter untuk mengurangi beban dokter dari Eropa, sedangkan lulusan sekolah bidan pribumi untuk menurunkan angka kematian bayi dan ibu yang melahirkan.

Rumah sakit Simpang kemudian mengalami perbaikan (1876). Sanitasinya dibuat lebih segar dan desinfeksi. Penderita penyakit biasa dengan yang menular dipisahkan dalam ruangan tersendiri, sehingga jumlah kematian menjadi menurun. Pada awal abad 20 (1916) dibentuklah Dinas Kebersihan (Hygienische Dienst) untuk Jawa Timur dan berdiri di bawah pimpinan Inspektur Kesehatan Rakyat (Dienst der Volksgezondheid) seperti halnya di Batavia (Jakarta, 1913) yang tugasnya meliputi pengumpulan data, penelitian, penyelidikan penyakit-penyakit yang menular dengan maksud untuk mencari cara yang paling efektif dalam memberantas penyakit yang tengah menyerang penduduk.

Di samping itu, pemerintah Hindia Belanda juga mendirikan rumah sakit militer di Karangmenjangan (1937). Akibat pecahnya Perang Dunia II, pembangunan gedung itu sempat terhenti. Perang yang berkecamuk di Eropa maupun di Asia, terutama Asia Pasifik itu berpengaruh besar terhadap Indonesia yang waktu itu di bawah pemerintahan Hindia Belanda. Belanda yang dibantu Inggris dan Amerika Serikat dapat dipukul mundur oleh tentara Jepang. Panglima Angkatan Perang Hindia Belanda, Letnan Jenderal H Ter Poorten, atas nama Angkatan Perang Serikat di Indonesia menyerah kepada Angkatan Perang Jepang di bawah pimpinan Letnan Jenderal Imamura (1942), dan sejak itulah seluruh Hindia Belanda dikuasai Jepang (1942-1945).

Pemerintah Jepang lalu melanjutkan pembangunan rumah sakit Karangmenjangan untuk menampung tentara yang membutuhkan perawatan. Sedangkan rumah sakit Simpang tetap berfungsi sebagai RS Sipil dan diubah namanya menjadi Roemah Sakit Oemoem Poesat (RSOP) Simpang. Setelah kekalahan Jepang pada Perang Dunia II, bangsa Indonesia telah mendahului dengan Proklamasi Kemerdekaan (17 Agustus 1945), meski belum ada penyerahan secara de facto dari Jepang kepada Sekutu. Di Surabaya kemudian dibentuk Pemerintahan Daerah dan Badan Keamanan Rakyat (BKR). Dalam upaya pengambilalihan kekuasaan, termasuk benda, gedung-gedung vital, senjata dan lain-lain melalui perjuangan hingga menimbulkan insiden berdarah.

Tak hanya dengan Jepang, tetapi juga dengan pihak Belanda dan tentara Sekutu yang tidak ingin Indonesia merdeka. Karena Belanda dan Sekutu berniat mengembalikan kekuasan Hindia Belanda, insiden itu lalu berkembang menjadi perang terbuka, yang dikenal sebagai Pertempuran Surabaya. Pertempuran sengit itu banyak menimbulkan korban luka dan meninggal. Mereka yang terluka diangkut ke Rumah Sakit Simpang untuk dirawat. Sementara yang meninggal di rumah sakit ini terpaksa di makamkan di lapangan bagian belakang rumah sakit, karena tidak sempat memakamkan di pemakaman yang ada. Tatkala pecah pertempuran di Surabaya (1945), pimpinan rumah sakit dijabat oleh dr. Soetopo.

Menangani pasien dan para korban pertempuran Surabaya, Rumah Sakit Simpang bekerja siang malam, selama 24 tanpa mengenal lelah. Itupun masih belum mampu menangani semua korban perang. Di tengah kesibukan pelayanan kesehatan itu, rumah sakit Simpang juga digunakan sebagai ajang rapat, mengatur strategi oleh para pejuang Arek Suroboyo, sekaligus bertemunya para relawan dari luar daerah yang mendarat lewat stasiun Gubeng. Semula, para pejuang kemerdekaan mampu mempertahankan diri. Namun karena kekurangan persenjataan, kurang pengalaman perang, kurang pendidikan kemiliteran dan kurang terampil menggunakan alat-alat militer, lambat laun para pejuang terdesak, mundur sampai ke luar kota. Dan Rumah sakit Simpang kemudian diambil alih oleh tentara Sekutu/Belanda.

Selanjutnya bisa ditebak, perkembangan kota Surabaya menuju kota modern telah merebut saksi sejarah yang sarat dengan peristiwa ini hingga musnah tanpa bekas. Padahal dilihat dari model, type dan konstruksinya, bangunan rumah sakit Simpang termasuk gapuranya termasuk arsitektur kuno yang langka, sehingga layak dilestarikan menjadi cagar budaya. Kalau sudah musnah, lalu apa yang bisa dilakukan untuk menancapkan kesejarahan? Bila gapuranya saja tidak bisa dibangun seperti aslinya, cukuplah papan nama sebagai tanda.

Diunduh dari :
http://dongengdalam.blogspot.com/2007/08/mimpi-deandels-di-rumah-sakit-simpang.html


Senin, 06 Juli 2009

Tentang Kota Surabaya


Surabaya adalah ibukota Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Surabaya merupakan kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta. Dengan jumlah penduduk metropolisnya yang mencapai 3 juta jiwa, Surabaya merupakan pusat bisnis, perdagangan, industri, dan pendidikan di kawasan Indonesia timur. Surabaya terkenal dengan sebutan Kota Pahlawan karena sejarahnya yang sangat diperhitungkan dalam perjuangan merebut kemerdekaan bangsa Indonesia dari penjajah.

Kata Surabaya konon berasal dari cerita mitos pertempuran antara sura (ikan hiu) dan baya (buaya).

Meskipun Jawa adalah suku mayoritas (53%), tetapi Surabaya juga menjadi tempat tinggal berbagai suku bangsa di Indonesia, termasuk suku Madura (7,5%), Tionghoa (25,5%), Arab (7%), dan sisanya merupakan suku bangsa lain atau warga asing.


Sejarah


Sebelum kedatangan Belanda

Surabaya dulunya merupakan gerbang Kerajaan Majapahit, yakni di muara Kali Mas. Bahkan hari jadi Kota Surabaya ditetapkan sebagai tanggal 31 Mei 1293. Hari itu sebenarnya merupakan hari kemenangan pasukan Majapahit yang dipimpin Raden Wijaya terhadap pasukan kerajaan Mongol utusan Kubilai Khan. Pasukan Mongol yang datang dari laut digambarkan sebagai BOYO (buaya/bahaya)dan pasukan Raden Wijaya yang datang dari darat digambarkan sebagai ikan SURO (ikan hiu/berani), jadi secara harfiah diartikan berani menghadapi bahaya yang datang mengancam. Maka hari kemenangan itu diperingati sebagai hari jadi Surabaya.

Pada abad ke-15, Islam mulai menyebar dengan pesat di daerah Surabaya. Salah satu anggota wali sanga, Sunan Ampel, mendirikan masjid dan pesantren di daerah Ampel. Tahun 1530, Surabaya menjadi bagian dari Kesultanan Demak.

Menyusul runtuhnya Demak, Surabaya menjadi sasaran penaklukan Kesultanan Mataram: diserbu Panembahan Senopati tahun 1598, diserang besar-besaran oleh Panembahan Seda ing Krapyak tahun 1610, diserang Sultan Agung tahun 1614. Pemblokan aliran Sungai Brantas oleh Sultan Agung akhirnya memaksa Surabaya menyerah. Tahun 1675, Trunojoyo dari Madura merebut Surabaya, namun akhirnya didepak VOC pada tahun 1677.

Dalam perjanjian antara Paku Buwono II dan VOC pada tanggal 11 November 1743, Surabaya diserahkan penguasaannya kepada VOC.


Zaman Hindia-Belanda

Pada zaman Hindia-Belanda, Surabaya berstatus sebagai ibukota Karesidenan Surabaya, yang wilayahnya juga mencakup daerah yang kini wilayah Kabupaten Gresik, Sidoarjo, Mojokerto, dan Jombang. Pada tahun 1905, Surabaya mendapat status kotamadya (Gemeente). Pada tahun 1926, Surabaya ditetapkan sebagai ibukota provinsi Jawa Timur. Sejak itu Surabaya berkembang menjadi kota modern terbesar kedua di Hindia-Belanda setelah Batavia.

Sebelum tahun 1900, pusat kota Surabaya hanya berkisar di sekitar Jembatan Merah saja. Sampai tahun 1920-an, tumbuh pemukiman baru seperti daerah Darmo, Gubeng, Sawahan, dan Ketabang. Pada tahun 1917 dibangun fasilitas pelabuhan modern di Surabaya.

Tanggal 3 Februari 1942, Jepang menjatuhkan bom di Surabaya. Pada bulan Maret 1942, Jepang berhasil merebut Surabaya. Surabaya kemudian menjadi sasaran serangan udara Sekutu pada tanggal 17 Mei 1944.

Pertempuran mempertahankan Surabaya


Setelah Perang Dunia II usai, pada 25 Oktober 1945, 6000 pasukan Inggris-India yaitu Brigade 49, Divisi 23 yang dipimpin Brigadir Jenderal Aulbertin Walter Sothern Mallaby mendarat di Surabaya dengan perintah utama melucuti tentara Jepang, tentara dan milisi Indonesia. Mereka juga bertugas mengurus bekas tawanan perang dan memulangkan tentara Jepang. Pasukan Jepang menyerahkan semua senjata mereka, tetapi milisi dan lebih dari 20000 pasukan Indonesia menolak.

26 Oktober 1945, tercapai persetujuan antara Bapak Suryo, Gubernur Jawa Timur dengan Brigjen Mallaby bahwa pasukan Indonesia dan milisi tidak harus menyerahkan senjata mereka. Sayangnya terjadi salah pengertian antara pasukan Inggris di Surabaya dengan markas tentara Inggris di Jakarta yang dipimpin Letnan Jenderal Sir Philip Christison.

27 Oktober 1945, jam 11.00 siang, pesawat Dakota AU Inggris dari Jakarta menjatuhkan selebaran di Surabaya yang memerintahkan semua tentara Indonesia dan milisi untuk menyerahkan senjata. Para pimpinan tentara dan milisi Indonesia marah waktu membaca selebaran ini dan menganggap Brigjen Mallaby tidak menepati perjanjian tanggal 26 Oktober 1945.

28 Oktober 1945, pasukan Indonesia dan milisi menggempur pasukan Inggris di Surabaya. Untuk menghindari kekalahan di Surabaya, Brigjen Mallaby meminta agar Presiden RI Soekarno dan panglima pasukan Inggris Divisi 23, Mayor Jenderal Douglas Cyril Hawthorn untuk pergi ke Surabaya dan mengusahakan perdamaian.

29 Oktober 1945, Presiden Soekarno, Wapres Mohammad Hatta dan Menteri Penerangan Amir Syarifuddin Harahap bersama Mayjen Hawthorn pergi ke Surabaya untuk berunding.

Pada siang hari, 30 Oktober 1945, dicapai persetujuan yang ditanda-tangani oleh Presiden RI Soekarno dan Panglima Divisi 23 Mayjen Hawthorn. Isi perjanjian tersebut adalah diadakan perhentian tembak menembak dan pasukan Inggris akan ditarik mundur dari Surabaya secepatnya. Mayjen Hawthorn dan ke 3 pimpinan RI meninggalkan Surabaya dan kembali ke Jakarta.

Pada sore hari, 30 Oktober 1945, Brigjen Mallaby berkeliling ke berbagai pos pasukan Inggris di Surabaya untuk memberitahukan soal persetujuan tersebut. Saat mendekati pos pasukan Inggris di gedung Internatio, dekat Jembatan merah, mobil Brigjen Mallaby dikepung oleh milisi yang sebelumnya telah mengepung gedung Internatio.

Karena mengira komandannya akan diserang oleh milisi, pasukan Inggris kompi D yang dipimpin Mayor Venu K. Gopal melepaskan tembakan ke atas untuk membubarkan para milisi. Para milisi mengira mereka diserang / ditembaki tentara Inggris dari dalam gedung Internatio dan balas menembak. Seorang perwira Inggris, Kapten R.C. Smith melemparkan granat ke arah milisi Indonesia, tetapi meleset dan malah jatuh tepat di mobil Brigjen Mallaby.

Granat meledak dan mobil terbakar. Akibatnya Brigjen Mallaby dan sopirnya tewas. Laporan awal yang diberikan pasukan Inggris di Surabaya ke markas besar pasukan Inggris di Jakarta menyebutkan Brigjen Mallaby tewas ditembak oleh milisi Indonesia.

Letjen Sir Philip Christison marah besar mendengar kabar kematian Brigjen Mallaby dan mengerahkan 24000 pasukan tambahan untuk menguasai Surabaya.

9 November 1945, Inggris menyebarkan ultimatum agar semua senjata tentara Indonesia dan milisi segera diserahkan ke tentara Inggris, tetapi ultimatum ini tidak diindahkan.

10 November 1945, Inggris mulai membom Surabaya dan perang sengit berlangsung terus menerus selama 10 hari. Dua pesawat Inggris ditembak jatuh pasukan RI dan salah seorang penumpang Brigadir Jendral Robert Guy Loder-Symonds terluka parah dan meninggal keesokan harinya.

20 November 1945, Inggris berhasil menguasai Surabaya dengan korban ribuan orang prajurit tewas. Lebih dari 20000 tentara Indonesia, milisi dan penduduk Surabaya tewas. Seluruh kota Surabaya hancur lebur.

Pertempuran ini merupakan salah satu pertempuran paling berdarah yang dialami pasukan Inggris pada dekade 1940an. Pertempuran ini menunjukkan kesungguhan Bangsa Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan dan mengusir penjajah.

Karena sengitnya pertempuran dan besarnya korban jiwa, setelah pertempuran ini, jumlah pasukan Inggris di Indonesia mulai dikurangi secara bertahap dan digantikan oleh pasukan Belanda. Pertempuran tanggal 10 November 1945 tersebut hingga sekarang dikenang dan diperingati sebagai Hari Pahlawan.

Geografi

Surabaya terletak di tepi pantai utara provinsi Jawa Timur. Wilayahnya berbatasan dengan Selat Madura di utara dan timur, Kabupaten Sidoarjo di selatan, serta Kabupaten Gresik di barat. Surabaya berada pada dataran rendah,ketinggian antara 3 - 6 m diatas permukaan laut kecuali dibagian selatan terdapat 2 bukit landai yaitu di daerah Lidah dan Gayungan ketinggiannya antara 25 - 50 m diatas permukaan laut dan di bagian barat sedikit bergelombang. Surabaya terdapat muara Kali Mas, yakni satu dari dua pecahan Sungai Brantas.luas wilayah kota surabaya adalah 326,36 Km2.

Suku Bangsa


Suku Jawa adalah suku bangsa mayoritas di Surabaya. Dibanding dengan masyarakat Jawa pada umumnya, Suku Jawa di Surabaya memiliki temperamen yang sedikit lebih keras dan egaliter. Salah satu penyebabnya adalah jauhnya Surabaya dari kraton yang dipandang sebagai pusat budaya Jawa.

Surabaya juga menjadi tempat tinggal berbagai suku bangsa di Indonesia, termasuk suku Madura, Tionghoa, dan Arab.

Sebagai pusat pendidikan, Surabaya juga menjadi tempat tinggal mahasiswa dari berbagai daerah dari seluruh Indonesia, bahkan di antara mereka juga membentuk wadah komunitas tersendiri. Sebagai pusat komersial regional, banyak warga asing (ekspatriat) yang tinggal di daerah Surabaya, terutama di daerah Surabaya Barat. Etnis terbesar adalah Tionghoa, Korea, dan Jepang.

Agama


Agama Islam adalah agama mayoritas penduduk Surabaya. Surabaya merupakan salah satu pusat penyebaran agama Islam yang paling awal di tanah Jawa. Masjid Ampel didirikan pada abad ke-15 oleh Sunan Ampel, salah satu pioner walisongo.

Agama lain yang dianut adalah Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu. Di Surabaya juga dijumpai penganut Islam Syiah dalam jumlah yang cukup signifikan. Walaupun Islam merupakan mayoritas di Surabaya kerukunan umat Beragama saling menghormati, menghargai dan saling menolong untuk sesamanya cukuplah besar, niat masyarakat Surabaya dalam menjalankan Amal Ibadahnya. Tidak hanya itu saja banyaknya yayasan-yayasan sosial yang berazaskan Agama juga banyak, mereka bekerja sama dalam kegiatan Bhakti sosial. Bahkan ada satu wadah Kerukunan Umat Beragama di Surabaya yang sering Exist dalam menyikapi suatu problem sosial manusia agar tidak mudah terprovokasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang akan merusak persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia pada umumnya serta masyarakat Jawa Timur khususnya. Surabaya adalah rumah dari beberapa gereja besar Indonesia seperti Gereja Mawar Sharon yang memiliki lebih dari 35.000 jemaat seluruh Indonesia dan sekitar 20.000 ada di Surabaya.

Bahasa

Surabaya memiliki dialek khas Bahasa Jawa yang dikenal dengan Boso Suroboyoan. Dialek ini dituturkan di daerah Surabaya dan sekitarnya, dan memiliki pengaruh di bagian timur Provinsi Jawa Timur. Dialek ini dikenal egaliter, blak-blakan, dan tidak mengenal ragam tingkatan bahasa seperti Bahasa Jawa standar pada umumnya. Masyarakat Surabaya dikenal cukup fanatik dan bangga terhadap bahasanya. Tetapi oleh peradaban yang sudah maju dan banyaknya pendatang yang datang ke surabaya yang telah mencampuradukkan bahasa suroboyo,jawa ngoko dan madura,bahasa asli suroboyo sudah punah. Contoh Njegog:Belok, Ndherok:Berhenti, Gog:Paklek/Om, Maklik:Bulek/tante.

Perekonomian


Sebagai kota metropolitan, Surabaya menjadi pusat kegiatan perekonomian di daerah Jawa Timur dan sekitarnya. Sebagian besar penduduknya bergerak dalam bidang jasa, industri, dan perdagangan. Banyak perusahaan besar yang berkantor pusat di Surabaya, seperti PT Sampoerna Tbk, Maspion, Wing's Group, Unilever, dan PT PAL. Kawasan industri di Surabaya diantaranya Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER) dan Margomulyo.

Dewasa ini terdapat belasan mal-mal besar dan puluhan supermarket besar. Pusat perbelanjaan modern ternama diantaranya: Tunjungan Plaza, Pakuwon Trade Center dan Supermall Pakuwon Indah (satu gedung), Mal Galaxy, Golden City Mall, Bubutan Junction (BG Junction), Royal Plaza, City of Tomorrow (CiTo), Surabaya Town Square (Sutos), Hi Tech Mall, Maspion Square, MEX Building, Pasar Atum Mall, ITC Surabaya, Plaza Marina (dahulu Sinar Fontana), dan Plasa Surabaya yang oleh masyarakat Surabaya lebih dikenal dengan Delta Plaza serta yang paling baru saat ini adalah Empire Palace, yang sekaligus merupakan wedding mal pertama di Indonesia. Sedangkan pusat perbelanjaan tradisional ternama diantaranya Pasar Turi, Pasar Atom, dan Darmo Trade Center (DTC) yang dahulunya adalah Pasar Wonokromo.

Budaya


Surabaya dikenal memiliki kesenian khas:

  • Ludruk, adalah seni pertunjukan drama yang menceritakan kehidupan rakyat sehari-hari.
  • Tari Remo, adalah tarian selamat datang yang umumnya dipersembahkan untuk tamu istimewa
  • Kidungan, adalah pantun yang dilagukan, dan mengandung unsur humor

Selain kesenian khas diatas, budaya panggilan arek (sebutan khas Surabaya) diterjemahkan sebagai Cak untuk laki-laki dan Ning untuk wanita. Sebagai upaya untuk melestarikan budaya, setiap satu tahun sekali diadakan pemilihan Cak & Ning Surabaya. Cak & Ning Surabaya dan para finalis terpilih merupakan duta wisata dan ikon generasi muda kota Surabaya.

Setiap setahun sekali diadakan Festival Cak Durasim (FCD), yakni sebuah festival seni untuk melestarikan budaya Surabaya dan Jawa Timur pada umumnya. Festival Cak Durasim ini biasanya diadakan di Gedung Cak Durasim, Surabaya. Selain itu ada juga Festival Seni Surabaya (FSS) yang mengangkat segala macam bentuk kesenian misalnya teater, tari, musik, seminar sastra, pameran lukisan. pengisi acara biasanya selain dari kelompok seni di surabaya juga berasal dari luar surabaya. diramaikan pula pemutaran film layar tancap, pameran kaos oblong dan lain sebagainya. diadakan setiap satu tahun sekali di bulan juni bertempat di Balai Pemuda

Pendidikan


Perguruan tinggi negeri


Perguruan tinggi swasta

Diunduh dari : http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Surabaya



 

blogger templates | Make Money Online